BAB I
BAHAN KAJIAN
Puisi yang kami kaji, pada
kesempatan kali ini adalah puisi yang berjudul ”Surat” yang di ambil dari
sebuah Antologi Puisi “Nyanyian Sufi” karya Musafir Hayat. Untuk mudahnya,
baiklah di bawah ini akan dikutip kembali puisi tersebut secara lengkap.
Surat
mengapa ada sepi, pada mata yang
luka?
membaca suratmu
laksana nyalakan lentera, saat
gulita
suratmu kudus, perawan
pada tiap potong mozaik zaman
membaca lagi suratmu
hatiku bergetar riuh
dalam dekapan rindu
suratmu adalah pelukan resah
dimana senyap merayap
meluruh pada sajadah
airmata yang tumpah
deras jatuh membuncah
suratmu bicara
menembus ruang hampa, nircahya
menyapu hati beku, jasad kaku
getar meregang
urat nadi yang insyaf
sesali bara yang jadi abu?
suratmu memapah
tapaki lembaran baru
dengan langkah tertatih
hadapkan wajah penuh nanah
pada terang rona purnama
suratmu menyapa
jiwa yang mokhsa
pada lanskap cahaya
tanpa warna rupa
suratmu adalah tekateki
yang selesai ku terka
saat api hangatkan badan
suratmu telah kubaca
mengapa ada sunyi, pada hati yang
duka?
BAB II
ANALISIS BAHAN KAJIAN
Puisi atau sajak adalah sebuah
struktur yang kompleks, sehingga untuk memahaminya perlu dianalisis sehingga
dapat diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata. Dalam hal ini,
analisis yang bersifat dikotomis, yaitu pembagian bentuk dan isi, belumlah
dapat memberi gambaran yang nyata dan tidak memuaska (Wellek dan Warren, 1968:
140)
Dalam menganalisis lapis makna puisi
pada dasarnya merupakan tahap lanjutan dari kegiatan menganalisis bangun
struktur puisi. Meskipun demikian, kegiatan analisis lapis makna puis dapat
juga dilaksanakan secara terpisah, dan hanya pada aspek-aspek tertentu
melibatkan masalah analisis bangun struktur puisi, (Aminuddin, 2000: 151).
Sebagai suatu totalitas yang
dibentuk oleh elemen atau unsur intrinsik tertentu, puisi menurut Wellek dapat
dibagi menjadi beberapa lapis, yang meliputi:
- lapis bunyi atau sound stratum
- lapis arti atau units of meaning
- lapis dunia atau realitas yang digambarkan penyair
- lapis dunia atau realitas yang dilihat dari titik pandang tertentu
- lapis dunia yang bersifat metafisis
2. 1. Analisis Lapis Bunyi
atau Sound Stratum
Lapis bunyi atau sound stratum merupakan
rangkaian bunyi yang dibatasi jeda endek, agak panjang, dan panjang. Tetapi
suara tersebut bukan hanya sebatas bunyi tanpa arti. Melainkan suara yang
sesuai dengan konvensi bahasa, disusun dengan seksama hingga menimbulkan arti.
Dengan adanya satuan-satuan suara tersebut, orang dapat menangkap artinya.
Dalam puisi ”Surat” kita dapat
mendengarkan lapis bunyi, karena didalamnya terdapat serangkaian bunyi kata
yang tersusun indah begitu rupa, hingga bisa kita dapati efek puitisnya.
Pada bait pertama, kita dapati pertanyaan
retoris (pertanyaan yang tidak menuntut adanya jawaban) dengan ritme suara
liris. Kata sepi senada dengan kata luka.
mengapa ada sepi, pada
mata yang luka?
Pada bait kedua baris kedua kita
jumpai adanya asonansi a dan a, yaitu pada kata lentera
dan gulita.
laksana nyalakan lentera,
saat gulita
Pada baris ketiga dan keempat kita
jumpai aliterasi n dan n, yaitu kata perawan dengan zaman.
suratmu kudus, perawan
pada tiap potong mozaik zaman
Pada bait ketiga baris satu, dua,
dan tiga kita jumpai asonansi u dan u, yaitu pada kata suratmu,
hatiku, dan rindu.
membaca lagi suratmu
hatiku bergetar riuh
dalam dekapan rindu
Pada bait keempat, baris kesatu,
tiga, empat dan lima, terdapat aliterasi h dengan h, yaitu pada
kata, resah, sajadah, tumpah, dan membuncah.
suratmu adalah pelukan resah
(1)
meluruh pada sajadah
(3)
airmata yang tumpah
(4)
deras jatuh membuncah
(5)
Sedang pada baris kedua kita jumpai
asonansi p dan p, yaitu pada kata senyap dan merayap.
dimana senyap merayap
Pada bait kelima baris pertama dan
kedua terdapat aliterai a dan a, yaitu pada kata bicara, hampa
dan nircahya
suratmu bicara
menembus ruang hampa, nircahya
Sedang pada baris ketiga kita jumpai
asonansi u dan u, yaitu pada kata beku dan kaku.
menyapu hati beku,
jasad kaku
Pada bait ketujuh, baris satu, tiga
dan lima terdapat aliterasi h dan h, yaitu pada kata memapah,
langkah, tertatih wajah, nanah,
suratmu memapah (1)
dengan langkah tertatih
(3)
hadapkan wajah penuh nanah
(5)
Pada bait kedelapan terdapat
aliterasi a dan a, yaitu pada kata menyapa, mokhsa, cahaya,
dan rupa.
suratmu menyapa
jiwa yang mokhsa
pada lanskap cahaya
tanpa warna rupa
Pada bait kedelapan baris keempat,
tiap katanya juga berasonansi dengan huruf a, yaitu kata, tanpa, warna,
dan rupa.
Pada bait kesembilan terdapat
asonansi i dan i, yaitu pada kata tekateki, selesai, dan api.
suratmu adalah tekateki
yang selesai ku terka
saat api hangatkan
badan
Pada bait kesepuluh terdapat
aliterasi a dan a, yaitu pada kata baca dan duka.
suratmu telah kubaca
mengapa ada sunyi, pada hati yang duka?
Dan khusus pada bait sepuluh, baris
kedua kita dapati juga pertanyaan retoris sebagai bentuk penegasan sekaligus
pengulanagn bait pertama, dengan ritme liris. Kata sunyi senada dengan
kata duka.
mengapa ada sunyi,
pada hati yang duka?
2.2. Analisis Lapis Arti atau Units
of Meaning
Puisi yang berjudul “Surat” menggambarkan tentang pemaknaan hidup yang disandarkan pada sebuah pokok ajaran religi. Dalam hal ini, nilai-nilai religiusitas tersebut digambarkan dari sebuah pencarian jati diri seseorang. Selain itu, nilai religiusitas juga tercermin dari gambaran ajaran firman Tuhan yaitu kitab suci.
Gambaran tentang seseorang yang
dipenuhi kebimbangan, keraguan, dalam proses pencarian sesuatu yang hakiki,
dalam agama kita mengenalnya dengan istilah prosesi makrifat, dalam
puisi ini tergambar dengan adanya pertanyaan pada bait pertama dan terakhir.
mengapa ada sepi, pada mata yang
luka? (bait satu)
mengapa ada sunyi, pada hati yang
duka? (bait sepuluh, baris kedua)
Kata sepi dan sunyi
menggambarkan adanya kekosongan, kehampaan, dan juga keterasingan pada sebuah
subjek personal. Sedang kata mata dan hati menggambarkan sesuatu
yang bersifat konkret, bersifat wadag, jasmaniah. Yang secara alamiah dan
fitrah kemanusiaan sangat diperlukan oleh seseorang dalam menunjang
kehidupannya. Sedangkan kata luka dan duka, yang berintonasi retoris
(pertanyaan) bisa dimaknai sesuatu yang harus disembuhkan, dicarikan penawar
atau obatnya. Selain itu juga bisa dimaknai, bahwasanya luka dan duka
merupakan suatu sebab yang melahirkan adanya akibat.
Penyair juga menggambarkan, bahwasa
dalam proses pencarian tersebut pasti ada keterlibatan petunjuk Tuhan, yaitu
berupa kitab suci yang berisi dogma-dogma tertentu yang membawa petunjuk.
Sebagaimana tertuang pada baris satu dan dua bait kedua:
membaca suratmu
laksana nyalakan lentera, saat
gulita
Dan juga tergambar pada tiap
permulaan bait, yaitu bait kelima, ketujuh, dan kedelapan. Dimana pada baris
tersebut terdapat gambaran secara majas personifikasi tentang kitab suci:
suratmu bicara
suratmu memapah
suratmu menyapa
Penyair juga menggambarkan
bahwasanya setiap pemeluk religi, pasti menyatakan bahwa nilai religiusitas
pada religinya adalah yang paling suci, terbaik sepanjang waktu. Hal tersebut
digambarkan pada bait kedua baris tiga dan empat.
suratmu kudus, perawan
pada tiap potong mozaik zaman
Dan sebenarnya, setiap individu juga
pada hakikatnya tidaklah asing dengan kitab suci yang ia yakini kebenaran dan
keabsahannya tersebut. Hal tersebut digambarkan pada bait ketigabaris pertama,
kesembilan baris kedua dan tiga dan bait kesepuluh baris pertama:
membaca lagi
suratmu
(bait ketiga)
suratmu adalah
tekateki
(bait sembilan)
yang selesai ku
terka
(bait sembilan)
suratmu telah kubaca
(bait kesepuluh)
Penggambaran tentang proses
perjalanan taubat yang diawali dengan kebimbangan kita jumpai pada bait ketiga
bari dua dan tiga, dan bait keempat baris satu, dua dan tiga:
hatiku bergetar riuh
(bait ketiga)
dalam dekapan rindu
(bait ketiga)
suratmu adalah pelukan resah (bait
keempat)
dimana senyap merayap (bait keempat)
meluruh pada sajadah
(bait keempat)
Akhir penyesalan juga bisa kita
lihat pada bait keempat baris empat dan lima, bait kelima baris tiga, empat,
dan lima, serta bait tujuh.
airmata yang tumpah
(bait keempat)
deras jatuh membuncah
(bait keempat)
menyapu hati beku, jasad
kaku (bait
kelima)
getar
meregang
(bait kelima)
urat nadi yang
insyaf
(bait kelima)
sesali bara yang jadi
abu? (bait ketujuh)
Gambaran tentang pengharapan ampunan
yang amat sangat dan masa depan yang lebih baik bisa tercermin pada bait
ketujuh baris dua, tiga dan empat:
tapaki lembaran baru
dengan langkah tertatih
hadapkan wajah penuh nanah
2.3. Analisis Lapis Ketiga atau Lapis Dunia Realitas
Lapis satuan arti menimbulkan lapis ketiga, berupa objek-objek yang dikemukakan latar, pelaku, dan dunia pengarang. Dalam lapis ketiga ini, pada puisi ”Surat” ada beberapa hal yang dianalisis, antara lain:
- Objek
Sajak ”Surat” didalamnya terdapat
dua objek yaitu:
- Objek konkret (nyata) yang berupa:
- Surat
- Lentera
- Sajadah
- Abu
- Wajah
- Purnama
- Badan/ Jasad
- Nanah
- Objek abstrak (non immaterial) yang berupa:
- Cahaya/ cahya
- Zaman
- Teka-teki
- Pelaku
- Pelaku pertama pada sajak ”Surat” adalah ”aku”, dan ”aku” yang dimaksud adalah aku universal, bukan individu peron pengarang. Tetap aku yang meliputi pada seluruh pembacanya.
- Pelaku kedua adalah ”mu” dan ”mu” disini diintreprestasikan pada ”Mu” yang berarti Tuhan, Allah, yang Khalik, yang menciptakan makhluk.
- Latar waktu pada sajak ”Surat” adalah: malam yang sepi
- Latar tempat pada sajak ”Surat” adalah: negeri antah brantah/ tempat yang imajiner, hanya ada dalam rekaan pikiran.
- Latar situasi pada sajak ”Surat” adalah: keadaan yang mengenaskan, menyedihkan.
- Alur Puisi:
Si aku punya permasalahan yang
menjadikan dirinya diliputi kebimbangan, keraguan dan ketidak mengertian.
Namun, dalam keadaan demikian dirinya tetap mempercayai bahwa semuanya ada
jalan keluar atau solusinya. Dan, salah satu yang dia yakini bisa dijadikan solusi
dari kemelut hidupnya adalah petunjuk Tuhannya, dalam hal ini melalui kitab
suci-Nya. Dia meyakini bahwa petunjuk Tuhan itu akan selalu ada pada setiap
waktu, asal manusia mau mengusahakannya. Seringkali petunjuk Tuhan hadir pada
tempat, suasana yang tidak bisa diperkirakan.
Seseorang yang menginginkan petunjuk
dari Tuhannya hendaknya berlaku menyerhkan diri secara totalitas dan mengakui
segal kealpaan yan dilakukannya. Si aku merasa bahwa dirinya adalah seorang
pendosa. Tapi ditengah kegalauanya tersebut dia merasa terpanggil oleh ”suara”
kebenaran dari Tuhannya, yang akan mengantarkannya pada kedamaian dan
kebahagiaan.
Terakhir, si aku baru menyadari jika
sebuah petunjuk baru bisa didapatkan setelah ada upaya untuk mengusahan
petunjuk tersebut datang. Namun seringkali ketidakpastian menyebabkan seseorang
termasuk ”aku” merasa dirinya selalu diliputi keraguan untuk melangkah.
2.4. Analisis Lapis Keempat
atau Realitas dari Titik Pandang Tertentu
Lapis keempat merupakan lapis
”dunia” yang dilihat dari sudut pandang tertentu, tetapi sudah ada secara
implisit, sehingga tidak perlu dinyatakan. Dalam puisi yang berjudul “Surat”
menggambarkan tentang pemaknaan hidup yang disandarkan pada sebuah pokok ajaran
religi. Selain itu, nilai religiusitas juga dapat tercermin dari gambaran
ajaran firman Tuhan yaitu kitab suci.
Dalam sajak ini, si aku
menjadi seseorang yang dipenuhi kebimbangan, keraguan, dalam proses
pencarian sesuatu yang hakiki. Dalam agama kita mengenalnya dengan istilah prosesi
makrifat, dalam puisi ini tercermin dengan adanya pertanyaan pada bait
pertama, keenam dan kesepuluh.
mengapa ada sepi, pada mata yang
luka? (bait satu)
sesali bara yang jadi abu?
(bait enam)
mengapa ada sunyi, pada hati yang
duka? (bait sepuluh, baris kedua)
2.5. Analisis
Lapis Kelima atau Lapis Metafisis.
Dalam lapis kelima pada sajak yang
berjudul ”Surat” poin yang bisa diambil adalah: bahwasanya seseorang harus
punya pedoman hidup. Dan juga adanya keinginan agar setiap jiwa yang telah
berbuat dosa agar segera bertaubat, kembali pada-Nya.
2.6. Bunyi
Dalam analisis tentang buni, kita
harus mengetahui dan memahami konsep tentang:
- Rima, yang didalamnya terdapat aspek, (a) asonansi, (b) alitrasi dan jenis-jenis rima.
- Irama, yaitu paduan alunan lunak-kers, keras-lunak, tinggi-rendah, panjang-pendek, yang menimbulkan kemerduan.
- Ragam Bunyi, seperti:metrum, ritme, euphony, cachopny, dan onomatape.
2.7. Kata
Yang meliputi pembicaraan tentang:
kosakata, unsur ketatabahasaan, masalah denotatif dan konotatif, citraan, gaya
kalimat, gaya sajak, dsb. Dalam Sajak ”Surat” beberapa hal yang masuk
kedalamnya yaitu:
- majas personifikasi
- majas alegori
- gaya kalimat informatif dan deskriptif
- bersifat konotatif
- gaya bahasa retoris
- tatabahasa deduktif
No comments:
Post a Comment