Thursday 25 June 2015

Selalu

Ku terpesona oleh kilauanmu
Di saat pertama ku melihatmu
Yang akhirnya aku inginkan dirimu

Tanpa tersadari waktu telah berlalu
Sebulan, dua bulan bersamamu
Seakan tiada akhir menantiku

Tiada hari tanpamu
Kini semua telah berlalu
Kini kau tak lagi disampingku

Katakanlah padaku
Bahwa aku tak pernah terlepas waktu
Dimana akhir akan selalu menjumpaiku

Worldview (Konsep Panadangan Hidup)



Alhamdulillah kajian pekan kedua al-Hikmah telah selesai dengan sukses dan hangat. Kajian yang sarat ilmu dan penuh berkah. Kajian kali ini mengangkat tema 'Worldview (Konsep Pandangan Hidup): Islam dan Barat.' Pemateri kita, Ustadz Dedi Jamaluddin, membawakan kajian yang super serius ini dengan santai, gaul dan keren. Super serius karena sedikit saja kita lengah maka akan banyak hal penting yang akan terlewatkan.

Worldview sebagaimana telah dijelaskan pada kajian sebelumnya adalah konsep, cara pandang atau keyakinan terhadap paradigma segala sesuatu. Worldview menjadi suatu yang sangat urgen sebagai pendorong dan penentu utama sikap seseorang dalam berbuat dan menanggapi sesuatu. Cara pandang seseorang sangat dipengaruhi oleh pendidikan, kebudayaan dan keluarga yang dienyam semenjak kecilnya; apa yang didengar, dibaca dan dilihat olehnya.

Menurut Abdurrahman al-Mansiry ilmu adalah hasil dari Tarikh dan Muqaranah. Ilmu adalah sejarah suatu kejadian dan hubungan antar satu kejadian dengan kejadian yang lain.  Sumber untuk mendapatkan pengetahuan tentang sesuatu ada tiga macam: 1. Panca Indra (hissun) 2. Akal Fikiran (aqlun) 3. Intusi (wijdan). Ketiga hal ini saling berkaitan dan tidak mungkin dipisahkan. Sebagaimana pembahasan sebelumnya, epistimologi, ontologi dan aksiologi adalah tiga hal yang berkaitan yang tidak mungkin membahas salah satunya dengan mengabaikan yang lainnya. Dipisahkan hanya untuk mempermudah kajian.

Kajian tentang humaniora dan peradaban adalah kajian yang panjang dan tidak putus2nya dilakukan oleh pemikir sejak dahulu. Pertanyaan2 tentang apa yang terjadi di masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang selalu menjadi perhatian manusia. Sudah menjadi fitrah manusia untuk bertanya tentang hakikat masalah ini. Pertanyaan2 yang disebut sebagai pertanyaan2 besar (al-Asilah al-Kubra) ini dikenal di ranah pemikiran Barat sebagai pertanyaan2 final (al-Asilah al-Nihaiyah), karena menjadi akhir dari rasa penasaran manusia yang tidak pernah terjawab.

Hanya saja dalam peradaban Islam pertanyaan2 ini disebut pertanyaan2 dasar (al-Asilah al-Bidaiyah), karena menjadi alasan nilai hidup dan tujuan seorang muslim. Peradaban Islam sejak awal adalah perdaban yang menyeluruh; vertikal dan horizontal, internal dan eksternal. Oleh karena itu yang menjadi dasar perdaban Islam ada tiga hal: 1. Beribadah dan menghamba diri kepada Allah ('Ibadatullah) 2. Menjadi khalifah memakmurkan bumi ('imarah al-Ardh) 3. Mensucikan dan mentarbiyah diri (tazkiyah al-nafs).

 Pemikiran yang terbentuk dalam diri seseorang melalui tiga tahap: 1. Worldview (Konsep dan cara pandang yang terbentuk dalam bawah sadarnya) 2. Frame work (paradigma yang dihasilkan) 3. Kajian logika dalam otaknya (menyangkut epistimologi, ontologi dan aksiologi).

Kajian perbandingan worldview yang ada di dalam Islam dengan yang ada diluar Islam dapat dilihat dari kekurangan media pemikiran Barat dalam mencapai kebenaran. Dalam kajian yang lalu telah dijelaskan bagaimana proses dan fase2 berkembangnya filsafat Barat. Dimulai dari nihilisme (tidak adanya kebenaran mutlak dan hanya ada kebenaran lokal). Kemudian rasionalisme dan akal sebagai penentu kebenaran. Kemudian empirisme pembuktian karena akal terlalu subjektif. Emprisme pun gagal karena mustahil memisahkan objek dari subjeknya. Dan kemudian berakhir dengan relativisme, tidak adanya kebenaran mutlak, balik lagi ke nihilisme.

Dalam Islam worldview yang ditanamkan lebih luas karena mencakup segala hal yang tidak tercapai akal manusia, hal2 gaib (ma wara al-thabi'ah). Wahyu menuntun akal manusia mencapai kebenaran yang hakiki. Hal2 yang tidak terjawab oleh akal dijawab oleh wahyu. Islam juga mampu menyatukan worldview berbagai macam kebudayaan yang ada. Kebudayaan Arab, Persia, Romawi, Mesir, Mesopotamia dan India disatukan dalam kerangka pemikiran Islami tentang kehidupan. Semua hal2 baru mampu terjawab dan disesuaikan dalam pola pikir Islami. Bukannya menjadi lawan yang membatalkan tapi malah menjadi maslahat yang memperkaya khazanah pemikiran Islam. Hal yang sangat berbeda dengan apa yang kita temukan di Eropa ketika terjadinya ambigu pemikiran dan kebenaran. Keputusasaan pemikiran menjadikan masyarakat Eropa pasrah kepada kebenaran absolut yang berasal dari gereja. Segala pemikiran baru yang bertentangan dengan doktrin gereja diberangus, menjadi lawan dan tidak diakui.

Setelah itu, kajian beranjak kepada bagaimana pembentukan paradigma (Binaa al-Mafahim).

Unsur2 penyusun ideologi yang dianut seseorang terdiri dari konsep2 ketuhanan, kehidupan, manusia dan ilmu pengetahuan yang diyakininya. Untuk mencapai suatu konsep yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan haruslah melalui dua proses logika. Konsepsi dan persepsi. Konsepsi adalah definisi (tasawur) yang benar dan disepakati. Jami' mani' sehingga tidak terjadi kesalahpahaman makna kata. Persepsi adalah pernyataan (tashdiqat). Kalimat yang mengandung nilai benar atau salah. Landasan terkecil dalam pernyataan adalah kata yang sama2 dipahami melalui konsepsi yang benar.

Dalam Islam kebenaran berasal dari Allah SWT. Semua jawaban pertanyaan manusia terjawab di dalam dua dasar agama Islam; Al-Quran dan Hadis. Malah ada seorang ulama yang menyatakan bahwa al-Quran adalah jawaban2 yang terkumpul. Tugas manusia lah mencari pertanyaan2nya agar mengetahui urgensi jawaban2 tersebut. Namun Islam tidak menginginkan pemeluknya untuk taklid, menerima apa adanya dan berhenti berfikir. Dalam banyak ayat Allah selalu menyuruh hambanya untuk berfikir dan menggunakan akalnya untuk sampai kepada kebenaran. Dengan begitulah keimanan yang hakiki terbentuk dalam diri seseorang. Iman yang didasari ilmu dan bukan taklid buta. Bahkan surat yang pertama kali turun adalah ayat yang menyuruh untuk membaca, membaca alam dan dan mengolah kejadian2 pada diri manusia untuk mencapai makrifat hal2 yang tidak diketahui sebelumnya.

Pembentukan paradigma yang benar membutuhkan cara berfikir ilmiyah. Pertama, berpikir sistematis atau runut. Kejelasan urutan pemikiran point per point dengan didukung oleh dalil yang kuat. Kedua, menghindari salah fikir. Salah fikir terjadi dalam 4 keadaan: 1. Berpikir bolak balik, berputar-putar tanpa hasil, karena satu pernyataan tidak terjawab kecuali dari pemahaman pernyataan yang lain yang juga tidak dipahami kecuali dari pernyataan awal (al-Daur). 2. Pernyataan sambung menyambung tidak berpangkal dan tidak berujung (al-tasalsul). 3. Menegaskan suatu pernyataan tanpa ada dalil (al-Tarjih bila murajjih). 4. Kontradiksi, adanya satu pernyataan yang bertentangan atau berlawanan dengan pernyataan lainnya (al-Munafa).   

Sunday 21 June 2015

Saya ada?

Saya berpikir maka saya ada

Apakah karena saya tidak berpikir saya tidak ada?
Apakah karena berpikir menjadikan saya ada?
Apakah sebelum saya berpikir saya tidak pernah ada?
Apakah setelah saya berpikir saya ada?

Apakah keber-ada-an itu?
Bila ada itu berarti dapat dilihat, maka

Tidak berpikirpun saya ada dan dapat dilihat
Saya berpikirpun tetap saya ada dan dapat dilihat
Sebelum saya berpikir saya ada dan dapat dilihat
Setelah berpikirpun saya ada dan dapat dilihat


Awal dan Akhir

Segala sesuatu yang memiliki awal
Pasti memiliki akhir

Alam semesta memiliki awal
Maka alam semesta pun memiliki akhir

Tata surya memiliki awal
Maka tata surya pun memiliki akhir

Kita pun manusia memiliki awal
Dan pasti kita pun memiliki akhir

Tiadalah sesuatu yang memiliki awal
Akan terhindari dari akhir



ADA

Ada
Ada itu ada
Bukan karena tiada

Ada
Ada yang menyebabkan tiada
Bukanlah sebaliknya

Ada
Ada karena ada
Ada ada karena ada

Selalu

Ku terpesona oleh kilauanmu Di saat pertama ku melihatmu Yang akhirnya aku inginkan dirimu Tanpa tersadari waktu telah berlalu Sebulan,...